Saya sangat tergugah dan merenung panjang setelah membaca harian KOMPAS mengenai ulasan negeri India dipandang dari sudut ekonomi dan segala hal yang mendasari kinerjanya. Sungguh sangat menarik!
Saya memandang artikel tersebut perlu di-sharing disini, mungkin sedikit banyak membuka wawasan dan pemikiran kita. Semua tulisan (4 seri) disadur dari harian KOMPAS, 29 Desember 2009:
Ekonomi India Berpotensi Terkuat di Dunia
Catatan Ekonomi India, negara kedua terbesar penduduknya di dunia, kini tampil sebagai raksasa baru ekonomi sejagat. Tahun 2009, ketika perekonomian negara-negara industri terjerembab, India justru menjadi negara kedua tertinggi pertumbuhan ekonominya setelah China.
Ekonomi India mampu tumbuh lebih dari 6 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan Indonesia yang tumbuh 4,4 persen. Hal yang mengejutkan, dengan produk domestik bruto yang masih 1,3 triliun dollar AS (nomor 12 di dunia, bandingkan dengan Amerika Serikat sebesar 14,8 triliun dollar AS), India sudah berani mencanangkan menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar di dunia tahun 2025.
Ambisi ini tentu bukan main-main, sebab dengan demikian 15 tahun mendatang India akan menggusur raksasa ekonomi dunia selama lebih dari 10 abad, Amerika Serikat. Ia juga akan meloncati China, negara yang mampu secara konsisten meraih pertumbuhan ekonomi di atas 10 persen. China bahkan sebentar lagi menggeser Jepang sebagai negara kedua terbesar skala ekonominya di dunia. India akan menggeser pula Jepang, Jerman, dan Inggris, yang demikian besar skala ekonominya. Ambisi India tentu sah-sah saja sepanjang dilakukan dengan penahapan yang sangat teratur dan kerja keras.
Apakah negara-negara raksasa ekonomi dunia terkejut dengan tekad India? Sampai hari ini tidak ada satu negara pun bereaksi atas tekad besar itu. Tidak ada yang memuji, tiada pula yang mencemooh. Tetapi, kira-kira dunia bisa membaca bahwa tidaklah terlampau gampang untuk memenuhi ambisi itu.
Dunia bisa becermin pada China yang meraih kinerja gilang-gemilang. Sejak ”bapak pembaru ekonomi China” Deng Xiaoping mencanangkan satu negara dua sistem pada tahun 1978, negeri tirai bambu itu selalu meraih prestasi menakjubkan. Ekonominya senantiasa gemerlap, dan berkilau-kilau.
Bayangkan saja, AS hanya mampu tumbuh 3 persen, tetapi China mampu tumbuh 13 persen sampai 18 persen. Dengan pergerakan sebesar itu, dan konsisten selama 30 tahun, China hanya mampu bertengger di urutan ketiga dunia, di bawah AS dan Jepang.
Penduduk miskin
Bagaimana dengan India yang kini masih sibuk mengurus 60 persen penduduknya yang miskin dan di bawah garis kemiskinan? Dengan angka 60 persen, berarti ada 720 juta rakyatnya yang hidup di bawah kriteria pas-pasan. Apa mudah mengangkat mereka dari jurang dalam? Jika India hendak menjadi raksasa ekonomi 15 tahun mendatang, itu berarti negara itu harus meraih pertumbuhan ekonomi 30 persen per tahun.
Cermin lain dapat diperoleh dari Jerman. Negara dengan kekuatan ekonomi keempat setelah AS, Jepang, dan China ini mampu menjadi kekuatan yang diperhitungkan karena dikenal sebagai bangsa yang cerdas, terampil, berwawasan global, menguasai semua teknologi tinggi, dan warganya mempunyai kebanggaan khas Jerman. Apa yang tidak bisa dilakukan Jerman? Mobil terbaik dunia dari Jerman. Mesin perang, obat-obatan, barang-barang berkualitas yang merajai pasar dunia juga buatan Jerman. Padahal, negara ini pernah hancur akibat perang. Jerman bisa bangkit dari keping-keping yang tercabik. Dan 15 tahun setelah Perang Dunia II, Jerman sudah menjadi kekuatan ekonomi dunia yang sangat dominan.
Akan tetapi, Jerman tidak bisa disamakan dengan India. Jerman sudah hebat sebagai sebuah negara ketika fisik negaranya hancur, dan tatkala reputasinya sebagai bangsa runtuh. Karena sebelumnya mereka sudah digdaya, sumber daya manusianya kelas satu, infrastrukturnya keren, dengan mudah mereka mengubah keadaan. Menjadi bangsa sangat terpandang di dunia. Apa yang dilakukan Jerman juga dilakukan negara yang kalah perang pada Perang Dunia II, Jepang. Masalahnya, apakah India mampu mengikuti jejak China, Jerman, dan Jepang? Potensinya tentu banyak, tetapi apa yang diandalkan India?
Negeri yang pernah melahirkan orang hebat seperti Mahatma Gandhi dan Rabindranath Tagore ini bukan negara dengan sumber daya ekonomi luar biasa. India bukan Arab Saudi yang sangat kaya ladang minyak. Menggali tanah sedalam satu meter saja, minyak bumi sudah muncrat keluar. India pun bukan AS yang mempunyai apa saja: minyak bumi, batu bara, besi, uranium, emas, perak, lahan subur, sumber daya manusia yang sangat berkualitas, pasar domestik yang dahsyat, dan sebagainya. Pun, India bukan Spanyol, bukan Italia, bukan Yunani, bukan Mesir, bukan China, bukan pula Jepang, bukan juga Rusia yang mempunyai amat banyak peninggalan berusia ribuan tahun.
Peninggalan-peninggalan sejarah itu menjadi surga turis. India pun memiliki banyak peninggalan sejarah, tetapi yang populer tidak banyak, di antaranya yang baru berusia empat abad Taj Mahal, Chowmahalla Palace, masjid-masjid bersejarah di Hyderabad, dan Basilika St Thomas di Chennai. India juga tidak memiliki hutan yang luas sebagaimana Brasil, Kongo, Indonesia, dan negara-negara Skandinavia. India tidak memiliki areal pertanian amat luas seperti AS karena penduduknya terlampau banyak. Ekspansi manusia atas lahan subur sangat deras. India tidak memiliki banyak danau sebagaimana Swiss dan Finlandia.
Di luar aspek ini terdapat satu stereotip untuk segelintir orang India, yakni mereka merasa senang jika bisa ngerjain dan atau memperdaya orang. Entah bakat ini datang dari mana, tetapi kebiasaan segelintir orang India yang suka berbohong dan tidak tepat waktu ini yang membuat warga dunia acap tidak nyaman.
Pendidikan murah
India boleh menawan dan mempunyai banyak peninggalan kelas dunia, tetapi kalau tabiat tersebut masih melekat, tidak banyak warga dunia suka datang.
Kembali ke pertanyaan awal, apa yang dimiliki India untuk memenuhi ambisinya? Ada beberapa aspek yang sangat potensial. Pertama, dunia percaya bahwa India mempunyai sumber daya manusia kelas satu. Di negeri penuh manusia ini (bayangkan saja Mumbai dan Kolkata dihuni masing-masing 30 juta penduduk, New Delhi 18 juta, atau sama dengan seluruh penduduk benua Australia), sekolah demikian mudah dan murah.
Untuk sekolah S-1, Anda hanya butuh uang kuliah tidak sampai Rp 2 juta. Untuk S-2 tidak sampai Rp 4 juta, dan untuk S-3 tidak sampai Rp 6 juta. Semua biaya pendidikan itu dari tahun pertama kuliah sampai selesai. Coba, di negara mana dapat menemukan biaya sekolah semurah itu? Dan jangan keliru, meski biayanya murah meriah, mutu sekolah di India sangat tinggi.
Dengan kualitas sebagus itu, India mudah melambungkan cita-cita. Kapal perang mutakhir, kapal penumpang, dan pesawat terbang dengan mudah mereka buat. Sepeda motor, mobil, truk sampai kereta api dengan sekejap dapat dibuat. Begitu pula membuat mesin-mesin presisi, traktor, komputer, jam tangan, dan sebagainya.
Begitu hebatnya kemampuan putra-putri India ini sehingga pernah suatu ketika, 90 persen barang kebutuhan warga India adalah buatan domestik. Bahkan, China yang demikian perkasa dengan produk dalam negeri tidak secemerlang India.
Kedua, India berjalan di barisan terdepan untuk teknologi presisi dan teknologi tinggi. Dunia sangat mengakui kemampuan India ini sehingga putra-putri India merajalela di dunia sebagai ahli-ahli teknologi tinggi yang sangat berkelas.
Negara-negara Eropa, Asia, dan Amerika memanfaatkan kemampuan India ini untuk menopang negeri mereka. Tanpa kehadiran para ahli India, akselerasi pekerjaan yang membutuhkan pengetahuan dan keahlian tinggi kurang terasa. Kemampuan sumber daya manusia yang sangat tinggi ini buah dari sekolah yang sangat bermutu dan luar biasa murahnya.
Ketiga, warga India dan pemerintahnya yang bersemangat sosialis sangat sederhana. Bayangkan, kini terdapat 10 orang India yang masuk dalam daftar 50 warga terkaya dunia.
Akan tetapi, lihatlah pemandangan kontradiktif di India sendiri. Tidak tercium aroma dan sinar kemewahan di sana. Mobil yang berseliweran di jalan umumnya mobil sederhana. Ada, misalnya, mobil Ambassador Classic yang harganya antara Rp 80 juta sampai Rp 105 juta. Dan hebatnya, inilah mobil yang digunakan para menteri di India.
Perdana Menteri Manmohan Singh juga menggunakan Ambassador, mobil sederhana mirip Fiat dan Impala tahun 1950-an dan 1960-an di Indonesia. Mobil nyaman sekelas Mercy, Lexus, dan BMW sesekali tampak di jalan raya, tetapi sungguh bisa dihitung dengan jari. Mobil-mobil luks seperti limo dan Rolls Royce baru keluar dari kandangnya kalau ada tamu negara sahabat berkunjung. Uniknya, mobil mewah itu dinaiki para tamu negara, sementara pejabat India tetap naik mobil Ambassador itu.
Hidup sederhana
Orang India, seperti diutarakan CEO Times of India Ravi Dhariwal, adalah orang-orang yang sangat sederhana dan melihat keperluan manusia berdasarkan fungsi. Orang India selalu tampil sederhana, tidak berlebihan. Atau, seperti diutarakan James Vennkatesh, seorang usahawan menengah di Chennai, pakaian kita ketahui untuk menutupi sebagian besar tubuh. Nah, kalau bisa membeli kemeja dengan harga Rp 50.000, dan ternyata bagus-bagus saja, untuk apa mesti membeli satu potong kemeja seharga Rp 50 juta?
Contoh lain, kalau bisa beli sepatu kuat, gagah, tidak memalukan dipakai, dan harganya hanya Rp 100.000, untuk apa pasang aksi dengan membeli sepatu seharga Rp 12 juta? Atau arloji, kalau ada arloji sangat bagus, tidak perlu diputar tiap menit, tetapi harganya hanya Rp 75.000, lalu untuk apa mesti membeli arloji seharga Rp 300 juta?
Keempat, warga India adalah tipe pekerja keras dan tahan derita, mirip karakter orang-orang China daratan. Dengan kelebihan ini, mereka bisa merintis usaha menjadi bangsa sangat terkemuka di dunia. Namun, apakah dalam tempo 15 tahun India sudah bisa melejit menjadi negara dengan kekuatan ekonomi nomor satu atau sebutlah nomor dua di dunia? Rasanya masih sulit. Meski demikian, janganlah kita meremehkan India. Biarlah waktu yang menjawabnya.
Wednesday, December 30, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment