Disamping penderma, Aw Boon bersaudara terutama Aw Boon Haw yang tertua sangat kharismatik dan menyukai seni. Hingga satu saat pada perang dunia ke-2, sang adik Aw Boon Par ditangkap dan tidak lama kemudian wafat. Aw Boon Haw sangat terpukul dengan kematian adiknya dan merobohkan villa mereka untuk kemudian dijadikan taman terbuka untuk umum dengan ornamen patung-patung yang sangat banyak yang menceritakan kisah-kisah tentang kehidupan manusia, baik dan buruk, juga cerita-cerita mitologi tiongkok kuno, tujuannya agar banyak orang diingatkan tentang peran sosialnya selama hidup bermasyarakat dan juga agar orang banyak bisa mengenang mereka selamanya, dua bersaudara Aw Boon Haw dan Aw Boon Par.
Villa mewah nan indah itupun berubah menjadi Tiger Balm Garden, dibuka pertama kali pada tahun 1937 dengan pesta seremonial besar-besaran. Khalayak umum bisa masuk ke Tiger Balm garden dengan gratis.
Pada tahun 1979, pewaris Aw Boon bersaudara menjual tempat ini ke pemerintah Singapura dibawah Singapore Tourism Board. Pada tahun 1985 pemilik baru tempat ini merubah namanya menjadi Haw Par Villa. Kemudian direnovasi pada tahun 1990 dan dibuka kembali tetapi dengan tiket masuk sebesar sgd 16.
Sejak dikomersialkan seperti itu, tak dinyana, pamor Haw Par Villa merosot drastis. Orang-orang sedikit sekali yang datang kesini, sehingga pada tahun 1996 Haw Par Villa-pun dibuka kembali untuk khalayak umum dengan gratis sampai sekarang.
Begitulah ceritanya...
Haw Par Villa sangat terkenal dan merupakan tempat yang menyimpan kenangan mendalam pada sebagian orang. Saya pernah satu kali browsing dan membaca cerita penulisnya (orang Indonesia) tentang kenangan mendalam bagi keluarga mereka pada Haw Par Villa. Mulai kakek neneknya pernah berkunjung dan berfoto bersama disini. Kemudian Bapak Ibunya pun punya foto ditempat yang sama. Akhirnya dia bersama keluarganya, anak-anak dan suaminya juga datang kesini dan berfoto bersama. Sangat berkesan!
Direction menuju tempat ini bisa dilihat disini , kemarin itu kami naik bus ke halte Buona Vista station (lebih mudah naik MRT ke Buona Vista station) kemudian lanjut lagi naik bus no. 200 turun tepat didepannya.
O ya, kalau naik bus, harus diperhatikan line direction atau mapnya juga tempat-tempat pemberhentiannya. Hapalkan 1 atau 2 halte perhentian bus sebelum tempat kita turun, jadi kita bisa bersiap-siap diminimal 1 halte sebelum tujuan kita. Jangan sampai kelewatan!
Kalau cuma sendiri sih enak aja lenggang kangkung, kalau bawa 2 bocah balita dengan peralatannya; stroller yang dilipat, tempat minuman, tas backpack, tripod kamera, tas kamera (lha yang ini mah punya saya ya...), yah cukup repotlah dan harus bersiap-siap sebelum bus berhenti. So, please mind the bus stop direction!
Naik bus tingkat menuju Buona Vista station, duduk diatas paling depan.
Jalanan di Singapura, rata-rata lengang, tidak berisik suara klakson, teratur, hampir gak ada jalan yang berlubang, disiplin, dan kesannya bersih dan adem.
Hampir sama seperti di Jepang, pengendara mobil disini sangat mendahulukan para pejalan kaki. Beberapa kali kami menyeberang jalan dibukan tempat keramaian, jadi gak ada lampu merahnya, mobil-mobil selalu berhenti mempersilahkan kami menyeberang duluan.
Kalau di Jakarta, ih ngeri banget nyeberang jalan, saya pernah hampir diserempet sepeda motor.
Diorama ini mengisahkan Wang Qing yang punya jiwa penolong, juga terhadap binatang. Satu kali ia melihat seekor kura-kura sedang dibawa kepasar untuk dijual disana (mungkin untuk dipotong), rasa ibanya membuat ia merogoh kocek dan membeli kura-kura tersebut sebelum sampai ke pasar. Kemudian ia membebaskan kura-kura tersebut ke laut.
Beberapa tahun kemudian, Wang Qing naik sebuah kapal yang ditengah laut terhantam badai yang dahsyat sehingga kapalnya tenggelam. Tak disangka seekor kura-kura datang menolongnya sementara penumpang lain tenggelam di tengah laut. Wang Qing pun selamat, kemudian menikah dan hidup bahagia.
Semua patung-patung pada dasarnya punya moral story yang berguna bagi pegangan hidup orang muda, tapi yang ini gak tahu artinya apa..?
Kolam utama Haw Par Villa. Tidak jauh dari sini, agak naik tangga sedikit ada "wishing bell". Saya mengucapkan sesuatu didalam hati supaya Lukas dan Timmy bisa sekolah di LN nantinya, kemudian membunyikan loncengnya satu kali dengan keras sekali sampai saya kaget bukan kepalang, hehe...
To be continued...
No comments:
Post a Comment