Tuesday, July 12, 2011

Transit di Kuala Lumpur

Pesawat kami delay berangkat dari Makau. Baru sekitar pk 2 malam pesawat mendarat di Kuala Lumpur. Trus gimana nih? Ya begitulah, seperti saya tulis diawal, bandara LCCT kurang bersahabat bagi penumpang transit atau yang datang tengah malam seperti kami ini. Tidak ada bench yang nyaman untuk berebahan. Restoran-restoran dengan kursi sofanya-pun ditumpuk supaya tidak ada orang yang tidur di sofa itu. Padahal restoran-restoran itu sebetulnya open 24 jam lho.. hanya kursi duduk 1-1.nya saja yang tersedia bagi pelanggan yang mau mampir masuk direstoran itu. Jadi semua venue di bandara itu seakan sudah satu komando, dilarang orang tidur dibandara!
Saya bawa anak-anak keluar bandara, di dekat shuttle bus tujuan ke KL Central ada bench kosong yang tidak ada arm-nya. Kami istirahat disitu. Sebetulnya saya sudah booking Tune Hotel di downtown KL untuk bisa check in dari satu hari sebelumnya. Artinya kami sudah boleh masuk hotel di pagi buta itu juga. Oya, Tune Hotel juga merupakan grup hotel hemat yang sering mengeluarkan promo di waktu-waktu tertentu. Kelemahannya, waktu check in di hotel ini adalah pk. 2 siang, dan waktu check outnya adalah pk. 10 pagi. Karena itu saya ambil waktu check in disini di satu hari sebelumnya, sehingga saat kami sampai tengah malam itu bisa langsung masuk ke hotel tanpa perlu menunggu sampai pk. 2 siang nanti! Saat saya booking, ratenya adalah sekitar Rp 140rb/malam-nya. Kamarnya sendiri lumayan bagus, tapi harus mengeluarkan dana ekstra untuk membeli voucher AC-nya. Ya, rate yang tadi disebutkan not include AC. Gak mahal sih, sekitar Rp 50rb lah untuk voucher 48 jam pemakaian AC. Kami juga mencuci pakaian kotor disini dengan binatu self service. Masukan koin RM 3 untuk mesin cucinya, dan RM 2 untuk mesin pengeringnya.
Oya, lupa kasih tahu, dari LCCT kami naik Aerobus ke KL Central. Ongkosnya RM 8 per orang dewasa, dan rate untuk anak-anak adalah setengahnya. Ada beberapa shuttle bus dari LCCT ke KL Central, salah satunya adalah SkyBus. Tapi yang ini lebih mahal, RM 9 untuk one way-nya. Kami cari yang murahnya saja, walau katanya (saya tanya ke pramugari yang sama-sama naik Aerobus juga) Aerobus agak berbau aroma orang India didalamnya dibandingkan SkyBus. Juga lebih kotor dsb. Hah, RM 1 kan lumayan, hehe... cari yang murah aja lah, sama seperti para pramugari/pramugara itu, mereka juga pakai Aerobus.

Sampai di KL Central, masih malam atau pagi buta. Moda-moda angkutan masih belum beroperasi kecuali taksi (sebetulnya ada monorail juga bus). Kami naik taksi dari sini ke Tune Hotel dengan harga paket non argo setelah tawar menawar, dapatnya RM 25. Worth it lah...
Supir taksi di KL sepertinya punya tipikal suka mengobrol dengan penumpangnya. Atau karena mereka tahu penumpangnya adalah saudara serumpun, jadi tidak sulit untuk berkomunikasi selain juga karena rasa keingin-tahuan mereka...
Pak Cik dari mana ke, kenapa malam begini sampai KL..?
Saat pulang meninggalkan KL menuju Jakarta, kami juga pakai taksi dari hotel ke KL Central. Jadwal pesawat flight pk. 7 pagi, jadi kami harus meninggalkan hotel di pagi subuh karena waktu tempuh dari KL central ke airport adalah 1 jam pas, belum lagi harus antri boarding dan imigrasinya..
Supir taksi yang mengantar kami pulang itupun langsung akrab mengobrol lancar bebas sesukanya. Saya cerita pengalaman kami travelling sampai di KL waktu itu. Menurut dia, saya cukup wealthy karena bisa jalan-jalan ke LN bawa keluarga. Ia cerita kalau pendapatannya di KL kira-kira RM 3000 sebulannya. Dari jumlah itu, setengahnya sudah pasti disisihkan untuk pembayaran cicilan rumah dan taksinya. Setengahnya lagi ya untuk biaya hidup sehari-hari keluarganya dengan 2 anak (istrinya tidak bekerja alias ibu rumah tangga saja). Saya terka mungkin usianya sekitar 30-an. 32 atau 33 begitu...
Hidup di Kuala Lumpur susah katanya.. disini semuanya serba mahal. Untuk itu ia bekerja keras sebagai office boy dari pagi sampai sore. Kemudian jadi supir taksi malam hingga pagi harinya. Wah, gak istirahat apa..?
Katanya, enak jadi office boy. Kerjanya cuma pagi hari saja, membersihkan ruang kantor, menyiapkan teh dan kopi untuk para karyawan. Setelah itu tidur sepanjang hari sampai hanya siang dan juga sorenya menyediakan dan membersihkan kembali minuman para karyawan tadi. So, narik taksi malam harinya jadi gak masalah kan..? Wah, hebat juga semangat dan usahanya ya...
Macam-macamlah dia cerita sepanjang kira-kira 20 menit perjalanan taksinya itu. Ia menyebut siapa-siapa saja para pemain sepak bola Indonesia yang merumput di Malaysia, juga sebaliknya para pemain Malaysia yang merumput di liga Indonesia.
Saya cuma tercenung, anak ini dengan bekerja sebagai office boy dan supir taksi bisa menghasilkan RM 3000 sebulannya. Jumlah yang gak jauh berbeda dari yang saya terima di Jakarta. Padahal dia cerita kalau dia dulu nakal dan gak berpikir untuk melanjutkan sekolahnya ke level yang lebih tinggi. Hanya sampai senior high school saja sepertinya. Bagaimana kalau dia bekerja seperti itu tapi di Jakarta ya, apa bisa didapat jumlah yang sama...??! Hmm...

Ada yang berbeda di Kuala Lumpur mengenai angkutan busnya..
Dulu saat pertama kali datang kesini, busnya seperti bus Mayasari di Jakarta. Ada keneknya. Ongkosnya adalah RM 1 dan dapat sobekan karcisnya. Dulu sepertinya menjadi aturan tak tertulis kalau anak-anak dibawah umur sekitar 7 tahun adalah free of charge. Saya pernah naik bus itu keliling-keliling dowtown Kuala Lumpur. Kami ber-4 hanya dicharge RM2 saja. Ya, itu cuma ongkos bus untuk orang dewasanya saja. Anak-anak bebas biaya..
Tapi sekarang sudah berbeda..!
Sepertinya sudah tidak ada lagi bus yang kondisinya seperti bus Mayasari itu. Bas/bus disana sekarang sudah seperti bus di Singapore, Hongkong, atau Jepang! Ya, busnya rata-rata baru dibawah manajemen Rapid KL yang memanajemeni monorail dan RLT (kereta/subway) juga. Busnya sudah tidak ada keneknya lagi. Hanya sopirnya saja sendiri menyetir bus, dan berhenti hanya di bus stop tertentu yang sudah ditentukan. Pintunya di kendalikan otomatis. Bentuk busnya sangat modern persis seperti di Hongkong atau Singapore!
Saya tanya, ternyata sistem ini baru sekitar 2 tahun berjalan. Lucunya, gak bisa bayar cash diatas bus. Tidak ada kotak uang cash-nya. Jadi harus pakai semacam kartu berlangganan gitu, namanya Rapid Pass. Waduh...
Kami cuma 3 kali naik bus disana waktu itu. Kami cuek aja naik, walaupun sudah tahu (dari pengalaman pertama naik) bahwa harus bayar pakai rapid pass, gak boleh dengan uang cash (aneh ya..?). Sampai di atas, pura-pura bego aja, kami turis nih, gak punya rapid pass...
Eh, sopirnya bingung sendiri, akhirnya minta uang cash aja RM 5 untuk kami ber-4. Lho kok malah jadi lebih mahal ya? Ya, tak apa lah, hehe...
RM 5 itu langsung masuk ke kantongnya. Lucunya lagi si sopir menawarkan kami mau turun dimana? Lho...? Iya, saya bilang mau jalan-jalan di Bukit Bintang, eh busnya diberhentikan dijalanan yang sebetulnya bukan perhentian busnya (bus stop/bus station-nya), hehe...
Busnya sih baru, malah lebih keren dibandingkan di Hongkong, Jepang, ataupun Singapore, tapi kelakuan sopirnya sih masih sama saja.. masih serumpun dengan kita ini, haha...

Kemana saja selama di KL?
Ya, cuma ke twin tower dan jalan-jalan di sekitaran Bukit Bintang aja sih. Oya, juga ke China Town dan Central Market atau Pasar Seni-nya. Begitu aja...
Kesannya kok KL sekarang lebih kotor ya..?! Dulu sepertinya gak begitu..
Area twin tower (jalanan dan tamannya) banyak plastik sampah berserakan seakan tidak ada/kurang petugas yang menanganinya.
Oya, banyak sekali turis timur tengah disini (sekitar Bukit Bintang). Ada yang bercadar cuma terlihat matanya saja, tapi banyak juga yang berpakaian modern minimalis. Dari bahasanya, saya kira mereka berasal dari Timur Tengah begitu deh...
Sepertinya mereka senang sekali disana, comot-comot barang dipertokoan sepanjang Bukit Bintang itu tanpa ada limitnya. Terlihat dari tentengan ditangan mereka... Gimana tuh bawanya pulang? Wah...
Saya sih sebelumnya punya rencana untuk mencoba English Afternoon Tea di Carcosa Seri Negara, tapi anak-anak sudah terlalu capek untuk round-round di penghujung travelling kami itu. Ya sudahlah, mungkin masih ada kesempatan di lain waktu lagi...

* * * E N D * * *


Bird view dari Tune Hotel downtown KL.

Terminal Puduraya sekarang sudah modern setelah direnovasi habis-habisan...

Children playground dibelakang KLCC.


Taman di belakang KLCC.

3 comments:

Jerson said...

wow puduraya sudah selesai renov ya om lukas??

berarti sekarang klo mau ke melaka dari puduraya lagi ya??


btw, salam kenal ya om Lukas.. :)

Andy said...

om lukas..ntar tanggal 13 agustus ini bakal melancong ke KL..dan tragisnya pesawat kami baru tiba disana jam 12 malam..kayaknya mirip sama yg dialami om..menurut om,sesampainya di KL sentral waktu subuh gitu rawan ga ya??taxinya ramah2 ga?seram juga..apalagi ini pertama kalinya saya kesana..

papilukas said...

Sampe subuh di KL Sentral aman-aman aja kok...
Taksinya harus nawar/nego dulu menuju ke tujuan kita, jarang yang mau pakai argo. Setelah deal, ya kita tenang aja lah dianter sampai tujuan mau lewat jalan mana kek dia...
Kebetulan pengalaman saya sih baik-baik aja kok naik taksi subuh-subuh dari KL Sentral. Malah orang lokal sana cenderung ramah dan curious tentang kita, mau ngajak-ngajak ngobrol; datang dari mana? Kenapa pagi-pagi? Bla..bla..bla...