Tuesday, August 17, 2010

Liburan ke Phuket

Tanggal 12~17 Agustus lalu kami jalan-jalan lagi ke Phuket, Thailand.
Sama seperti Bali, Phuket merupakan salah satu destinasi wisata pantai yang terkenal didunia. Suasana pantai-pantai disana mirip sekali seperti di Bali. Apalagi yang di Patong beach yang merupakan lokasi paling terkenal dan paling ramai di Phuket, nuansanya gak jauh beda dengan di Kuta atau Legian. Adat istiadat penduduknya yang setiap hari selalu memberikan sesaji, juga sama seperti di Bali. Gak jauh beda lah…Cuma di Bali jauh lebih kental, lebih menyolok. Mulai dari bentuk arsitektur bangunannya, pakaian tradisional yang sering digunakan, sesaji yang ada dimana-mana…
Di Phuket, sepertinya hal itu gak terlalu menyolok. Arsitektur bangunannya tidak seragam seperti di Bali, pakaian tradisional juga gak pernah saya lihat selama disana, dan sesaji tidak bertebaran dimana-mana. Disini penduduk umumnya menganut Buddha dan sebagian juga moslem (banyak di Thailand selatan). Saya kurang tahu, apakah penganut Buddha memang mempunyai budaya yang sama dengan Hindu seperti di Bali dalam memberikan persembahan sesaji itu, ataukah ini hanya budaya lokal saja? Tapi Patong beach sepertinya identik dengan Kuta & Legian. Suasana pantai, kampung turisnya, toko-toko penjual souvenir, detak kehidupan malam, membuat kita seakan-akan sedang berada di Kuta atau Legian. Hanya bahasa dan tulisannya saja yang jelas mengingatkan bahwa kita bukan berada di Bali.

Ke Phuket dari Jakarta ditempuh dengan waktu 2,5 jam penerbangan langsung. Seperti biasa, kami dapat tiket murah Air Asia yang dibeli 9 bulan sebelumnya. Ber-4 (4 seat), kami dapat Rp 920 rb untuk return ticket Jakarta-Phuket-Jakarta, sudah termasuk 1 bagasi 15 kg PP. Ya, Air Asia betul-betul sangat membantu sekali dalam menyokong hobi kami ini, travelling kemana aja kaki mau melangkah, terutama ke tempat-tempat yang belum pernah dikunjungi sebelumnya.
Sampai di Phuket international airport, kejutan pertama saya temui disini. Sebelum menunggu bagasi, saya ke toilet dulu. Baru menurunkan retsleting, eh pegawai cleaning servicenya masuk, satu cowok satu cewek. Mereka asik berdiskusi berdua mengenai urinoir (tempat pipis) yang mampet. Bagaimana perbaikannya. Mencatat ini itu, mondar mandir di ruang toilet melihat semua urinoir satu persatu. Lha, iki piye...?! Mereka cuek aja betul-betul gak mempedulikan kita. Sebagian yang masuk toilet juga cuek aja tembak segera dari pada ditahan-tahan. Ada yang sambil melihat ke petugas cewek, ada yang sebodo amat, hehe...
Suasana bandara Phuket juga gak jauh beda dengan bandara di Ngurah Rai, Bali, kecil dan sederhana. Dari airport, kita harus melanjutkan perjalanan lagi menuju lokasi pantainya yang berjarak 41 km (ke Patong beach). Kalau ke Karon atau Kata beach, tambah kira-kira 10~15 km lagi. Lama perjalanan kira-kira 1 jam. Begitu keluar dari airport, calo-calo sudah menawarkan jasa transfer ke hotel tujuan. Saya sudah googling sebelumnya, jadi yang seperti itu kami skip aja. Dari pintu keluar, belok kekanan, ada jasa transport resmi dengan mini bus 150 Baht perorangnya, juga ada taksi meter seperti yang kami tumpangi. Untuk naik taksi meter, maksimum penumpang yang diperbolehkan adalah 3 orang. Kalau lebih 3 orang juga boleh aja, semuatnya, tapi tidak pakai meter/argo. Harga berdasarkan penawaran dari mereka. Kemarin itu kami kena charge 600 Baht ke Kata beach untuk 5 orang (kami ketemu 1 orang kawan yang sama-sama berlibur kesana), 3 dewasa dan 2 anak-anak. Menurut saya, rate transfer airport ke Patong beach sepertinya sudah standar dipatok 150 Baht per orangnya. Jadi kemarin itu 2 anak-anak mungkin dihitung 1 dewasa, 4 dewasa berarti 600 Baht. Cuma added valuenya kalau naik taksi meter ya gak lama menunggu dan gak lama diperjalanan. Mini bus bisa diisi 10 orang dewasa, jadi menunggu dan mengatur sampai penuh dulu, kemudian mengantar ke tujuannya masing-masing satu persatu. Kalau kebetulan tujuan kita adalah yang terjauh, maka kita ikut putar-putar dulu menurunkan penumpang mini bus tersebut dari yang terdekat sampai akhirnya ke tujuan kita, persis seperti jemputan anak sekolah. Juga kalau naik minibus, tujuan ke Karon atau Kata beach dicharge lebih mahal, 180 Baht. Bandingkan dengan kami naik taksi meter, 600 Baht, ber-5 ke Kata beach yang nyaris terujung dari deretan pantai-pantai di Phuket. Kelebihannya lagi, kalau naik taksi meter kita bisa ngobrol-ngobrol cari tahu kondisi Phuket terkini dengan supirnya. Kalau naik mini bus kan susah, kecuali kita duduk didepan. Saya aja lumayan banyak dapat informasi dari pak supir taksi seputar cuaca terkini disana, apa sering hujan?, ramai apa enggak?, juga berapa harga durian sekarang? (mereka ngerti kok kalau dibilang "durian"), pantai mana yang menurut dia paling bagus (menurut dia Kata beach), sampai ke informasi politik segala macam; PM Abhisit idola gak di Phuket?, mengenai ulang tahun ratu (kebetulan 12 Agustus adalah ultah ratu Thailand, jadi banyak fotonya dimana-mana), seputar keluarga kerajaan, penduduk Phuket, apa bahasa Thai.nya terima kasih? (Khap Kun Khah utk cewek, dan Khap Kun Khap diucapkan oleh cowok). Juga informasi mengenai harga tanah disana, hehe…
Oya, gak terlalu jauh keluar dari airport, taksi berhenti sebentar di Taxi office katanya, gak tahunya itu berhenti di agen travel yang menawarkan jasa trip wisata ataupun hotel disana. Saya memang sudah tahu mengenai hal ini, kalau naik mini bus konon juga akan demikian adanya. Jadi, biar gak terlalu lama bilang aja kalau kita sudah booking hotel, dan untuk penawaran paket perjalanannya akan kita pikirkan dan hubungi lagi nanti sambil minta aja kartu nama beserta best price yang bisa diberikan. Beres, gak lama, taksi jalan lagi.

Tadinya kami berencana untuk cari penginapan di sekitar Karon beach yang menurut reviewnya lebih cocok untuk wisatawan keluarga. Sebelumnya, saya sudah email beberapa guesthouse di Patong, Karon, Kata, ataupun Kata Noi, tanya-tanya berapa best price yang bisa mereka berikan? Seperti nge-bid aja, karena saya tahu kami datang di waktu low season, jadi bargaining power kita lebih baik. Namun belakangan, saya putuskan go show saja, tanpa ada satupun penginapan yang kami booking dari Jakarta. Langsung datang aja, cari disana, kan lagi low season, pasti hotel kosong karena lagi sepi..Tapi teman bareng tadi mengajak kami untuk ke Kata saja, coba lihat dulu hotel yang sudah dibookingnya di Sugar Palm Hotel. Ya sudah, kami ngikut aja. Ternyata ratenya 1.200 Baht, itupun sudah diskon dari normalnya 1.600 Baht permalamnya, memang hotelnya sendiri sepertinya sekelas 4 star. Ah, buat kami no value mengeluarkan dana segitu, lebih baik digunakan untuk keperluan yang lain, lagi pula itu baru hari pertama kami disana dari rencana 6 hari 5 malam, belum tahu situasinya, jadi kami cuma titip tas sebentar dan cari guesthouse aja. Eh, gak jauh dari Sugar Palm, ada guesthouse yang cukup lumayan, namanya T-guesthouse, ratenya 600 Baht setelah ditawar dari pembukaan 800 Baht, tanpa breakfast. Didalamnya ada king size bed, sofa dan mejanya, mini freezer, AC, TV, bath room shower yang luas, dan ada balcony.nya. Kalau dirupiahkan kira-kira 175 rb, cukup murah menurut saya dengan fasilitasnya yang ada, juga lebih dekat ke pantai, kira-kira 5 menit jalan kaki. Didekat T-guesthouse juga ada restoran yang relatif murah dibandingkan yang lainnya didekat pantai. Tom Yam disini 60 Baht, atau sekitar Rp 17.500,-.
T-guesthouse sendiri sepertinya cuma punya sekitar 10 kamar saja, ada juga kamar yang termurah ditawarkan 500 Baht, tetapi lebih kecil. Pengelolanya Ms. Jenny, cukup ramah dan sabar meladeni berbagai pertanyaan kami yang bertubi-tubi saat tawar menawar kamar guesthouse dan juga jasa trip ke Phi Phi island (Ms. Jenny juga menjaga stand kecil jasa trip wisata ke Phi Phi island dsb). Over all, tempat ini menurut saya cukup recommended untuk penginapan budget di sekitar Kata beach. Patokannya pas simpang masuk ke Sugar Palm hotel di grand hillside, jangan masuk ke arah Sugar Palm, tapi terus aja jalan ke arah 7-11 (Seven Eleven), persis setelah seven eleven, belok kiri. Disudut kiri pas belokan gang itu ada stand jasa travel yang ditongkrongi si Jenny. Guesthousenya sendiri masuk ke gang itu sekitar 25 meter saja.
2 Hari pertama di Phuket, cuaca selalu mendung dan turun hujan. Bahkan waktu check out dari Kata mau menuju ke Patong, hujan turun dengan derasnya (terpaksa kami order taksi ke si Jenny, 400 Baht sampai Patong. Taksinya yang datang Toyota Avanza. Kalau naik tuk tuk pasti lebih murah lagi, tapi hujan turun deras sekali, gak bisa panggil tuk tuk!).

Walau begitu, kami puas juga nongkrong di Kata beach, dan sempat juga jalan kaki PP ke Kata Noi beach yang tidak terlalu jauh, kira-kira 10~15 menit jalan mendaki dan menuruni bukit. Kata Noi, pantainya lebih eksklusif karena dikuasai oleh Kata Thani Hotel yang bangunannya berdiri hampir sepanjang pantai. Tapi kita tetap bisa masuk kepantainya. Ada jalan potong berupa tangga yang curam lumayan tinggi turun menuju pantai. Letaknya di sebelah kanan, setelah berjalan kaki menyusuri jalan raya sampai kebahu bukit kemudian jalan akan menurun dan menikung, nah dibahu bukit sebelah kanan itulah tangga curam itu letaknya. Disitu cuma ada tanda panah kecil dengan tulisan “to the beach”. Lumayan dari pada jalan kaki memutar lagi. Pantai Kata Noi lebih sepi. Bentuknya kira-kira hampir sama seperti Kata, cuma pantai Kata sedikit lebih panjang, dan tentunya jauh lebih ramai.

Kamar di T-guesthouse.

Lukas di Kata Noi beach.




Setelah 1 malam di Kata, kami pindah ke Patong beach. Akhirnya kawan seperjalanan kami itu menawarkan voucher gratis menginap di Ibis Hotel Patong, walaupun awalnya kami menolak karena sebenarnya bukan style kami bepergian menginap di star hotel, bukan berarti gak mampu ya, hehe…
Rate Ibis Patong kemaren 1.288 Baht, itu sudah diskon dari rate normalnya yang 1.900 Baht per malam. Ya sudah, tak kuasa menolak, kami akhirnya bermalam di Ibis, sebelum esoknya menuju Phi Phi island.
Hari ke-2 disana masih tetap mendung dan hujan. Memang resikonya datang ke Phuket di low season (May~October) ya musimnya hujan! Tapi hujan gak turun sepanjang hari. Saat hujan reda, kami jalan sepanjang jalan Patong beach dari Bangla road sampai ke hotel, setelah sebelumnya naik tuk tuk dari hotel ke Bangla road, 100 Baht. Lumayan lihat-lihat suasana Legian, eh Patong!
Sorenya jalan lagi lewat belakang, sepanjang jalan Rat U-Thit, cari biro perjalanan untuk ke Phi Phi island dan Maya Bay. Setelah tawar menawar, dapat best price untuk kawan saya itu one day tour ke Maya Bay dengan speed boat, 1.100 Baht, sudah termasuk jemput dan antar ke hotel, tour ke beberapa pulau, snorkeling dengan peralatannya, dan makan siang. Sepertinya itu sudah harga standar di low season. Kalau di high season, harganya bisa 2 x lipat! Dijemput jam 7 pagi, pulangnya sekitar jam 6 sore sampai hotel.
Saya sendiri dapat jasa transfer dari hotel ke Phi Phi island naik big boat (kemudian akhirnya kami menginap 2 malam di Phi Phi island - biaya tidak termasuk hotel), dan a day after 2morrownya kembali lagi dan diantar ke Patong beach sesuai lokasi hotel permintaan kita. Kami dicharge 1.500 Baht untuk 4 orang, 2 dewasa 2 anak-anak. Cukup murah dari pada jalan sendiri. Setahu saya harga tiket big boat ke Phi Phi island 500 Baht per orang dewasa pulang pergi, gak tahu untuk anak-anak. Belum lagi ongkos dari hotel di Patong ke Rasada Pier (dermaga) di Phuket town yang ditempuh dengan waktu antara ± 20 menit.
Kalau jalan sendiri pasti biayanya lebih besar. Penjaga travel tempat kami beli itu, si Nen, bilang kalau pergi sendiri, biayanya akan berkisar 2.900 Baht untuk kami ber-4! Tapi betul, saran saya kalau mau trip ke Phi Phi island atau Maya Bay, lebih baik pakai jasa travel, lebih murah, tawar aja sampai mentok gak usah pakai malu, bilang aja kita orang Indonesia kere bukan western people, gak punya duit, hehe…Kmaren itu si Nen buka harga ke kami 2.700 Baht yang langsung saya tawar 900 Baht untuk ber-4. Dealnya ya 1.500 Baht. Bargaining memang salah satu hobi saya, bukan emaknya anak-anak lho…Enaknya pakai jasa travel juga kita tinggal duduk tenang, sudah sampai tinggal turun gak pakai bingung.

Malam harinya kami dinner di restoran sea food yang banyak berjejer di sepanjang jalan Rat U-Thit. Tawar aja sampai mentok, gak usah ragu! Kami berhenti di satu restoran menawar udang yang besar-besar dan ikan, harga gak cocok, lewatkan saja, ngeloyor ke restoran disebelahnya. Begitu sampai 2 atau 3 restoran terlewati. Restoran disebelahnya lagi pasti sudah memperhatikan kita yang sangat alot menawar harga. Jadi dia gak buka harga terlalu tinggi lagi, tapi tetap aja kami tawar, hehe…Akhirnya dapat di restoran Andaman seafood, 5 ekor udang besar total berat 7 ons dimasak 2 jenis, 1 ikan ukuran sedang dimasak steam, dan 1 cumi-cumi digoreng tepung, totalnya kena 650 Baht. Ditambah menu tambahan nasi plus telur dadar buat anak-anak beserta minuman, juga buah-buahan untuk penutupnya, total jadi 800 Baht, sekitar Rp 240 rb untuk makan malam seafood ber-5. Cukup murah, mungkin lebih murah dibandingkan seafood pinggir jalan di Jakarta dengan menu yang sama, saya kira. Masakannya pun enak, bumbu-bumbunya banyak, dan waiternya perhatian sekali. Saat kita menikmati hidangan, beberapa kali ditanya apa ada yang kurang? Beberapa variasi bumbu kemudian dikeluarkan untuk coba-coba, dan ditanya mengenai kepuasan kami makan disitu. CS.nya (customer satisfaction oriented) bolehlah…oya, tukang masaknya disitu ada juga cowok yang ada teteknya lho…pakai bra dia!
Selesai makan malam, kami ke Bangla road lihat-lihat suasana disitu dengan gemerlap pub dan bar juga agogo dancernya yang lagi show gratis meliuk-liuk di tiang. Dari sana naik tuk tuk 100 Baht kembali ke hotel Ibis.

Hari ketiga, pagi-pagi hujan masih turun juga, kira-kira jam 8:30 baru reda. Kami isi waktu jalan santai ke pantai sebelum check out jam 12 siang untuk dijemput sama orang travel menuju Phi Phi island. Syukurlah, sejak hujan pagi-pagi dihari ke-3 itu, sisa hari selanjutnya, kami gak ketemu hujan lagi. Hari-hari cas terang selama di Phi Phi island dan di pantai Patong sehari sebelum pulang.

Pulang dari Phi Phi island, saya minta diantar ke Soi (jalan) Dr. Wattana, di Patong. Timmy dan emaknya nunggu aja dipantai, saya dan si Lukas cari penginapan. Di jalan Wattana itu ada beberapa guesthouse, dan rata-rata tidak full terisi. Saya tertarik di Phuttasa guesthouse yang tampilannya paling cozy disana. Penjaganya, seorang wanita jadi-jadian berpakaian seksi dengan dada montok sekali. Tapi dia cukup ramah, bener!. Dua kali; saya pertama dan kedua kali saya dan emaknya anak-anak lihat kamar guesthousenya. Walaupun gak jadi, dia tetap ramah. Kamarnya pun bagus, cozy, dan murah, 500 Baht untuk kami ber-4 tanpa breakfast.
Saya sebetulnya lebih suka Phuttasa guesthouse ini, tapi emaknya anak-anak lebih memilih Narry’s hotel, dengan harga yang sama dapat yang family room dengan kamar 2x lebih luas dari Phuttasa, 2 bed; 1 king size bed dan 1 single bed, yang kalau disatukan tempat tidurnya jadi luas banget. Ada mini freezer, TV, meja kursi tamu, dan AC 2 PK sepertinya karena gede banget. Tapi nuansanya jauh lebih cozy yang di Phuttasa. Ya sudah, sama aja lah…karena cuma dipakai 1 malam aja. Besok paginya, subuh-subuh kami harus segera ke airport karena flight pulang ke Jakarta pukul 7:55 pagi. Jadi di Narry’s hotel itu kami tawar-menawar paket kamar 1 malam dan sekaligus transfer ke airport untuk besok subuhnya. Dapat harga total 1.050 Baht, cukup murah! Biasanya rate normal walaupun low season untuk transfer ke airport dari Patong adalah 600~700 Baht, apalagi ini pagi-pagi. Jam 5 subuh, kami sudah meluncur ke airport diantar dengan Honda CRV model lama. Narry’s hotel adalah hotel India, pemiliknya keturunan India. Hampir semua pegawainya orang keturunan India, kecuali resepsionisnya.
Overall, hotel ini lumayan sih, bersih, murah, besar; banyak kamarnya, dan dekat ke pantai, hanya 100 meter aja jalan kaki. Sebetulnya pintu depannya ada di Soi Sea Beach yang satu ruas jalan disebelahnya Soi Dr. Wattana. Pintu belakangnya yang berada di Soi Dr.Wattana. Keluar dari pintu depan langsung disuguhi sederetan penjual souvenir Phuket mulai dari pakaian, pernak-pernik dan asesoris, sampai ornamen-ornamen hiasan ruangan. Oya, disebelah Narry’s hotel, ada connecting door ke Narry’s Tailor. Butik dan penjahit setelan jas buat pria dan wanita. Sepertinya, harganya cukup reasonable, dan bisa jadi dalam waktu 24 jam!

Begitulah, 1 hari sebelum pulang itu, kami eksplor kembali Patong beach, juga mampir ke Jungceylon, mall yang ada Carrefournya, sampai malamnya kami kembali ke Bangla road lihat-lihat keramaian nightlife disana yang dipenuhi aneka pub & bar dengan show agogo dance.nya. Anak-anak matanya melek lagi walaupun sudah pegel jalan kaki terus. Sampai di Narry’s hotel, sudah sekitar pukul 11:15 malam, masih ada penjual souvenir yang sedang beres-beres tokonya mau tutup. Kami membeli beberapa souvenir disitu dengan harga “lucky price” katanya, yang memang jauh lebih murah dari toko-toko yang sudah kami masuki sebelumnya di sepanjang jalan Rat U-Thit. Toko-toko souvenir di depan Narry’s hotel, kebanyakan penjualnya adalah keturunan India. Kami cuma tanya harga barang, tapi dia sendiri yang langsung kasih best “lucky price” setiap barang yang kami tunjuk malam itu. Ya, itu untuk wishing lucknya hari besok, karena kami pelanggan terakhir pada saat dia mau tutup toko. Semoga demikian lah…



Kolam renang Ibis Patong.
Malam-malam berenang disini sama si Lukas.





Sunset di Patong beach.


Long live the queen.
12 Agustus, ulang tahun ratu Thailand.


Anak-anak minta makan di Mc D, karena tadi kelihatan di jalan menuju hotel.
1 cheese burger large + coke large 138 Baht.
1 chicken large (sudah termasuk kentang) + coke large 163 Baht.
Harga kira-kira sama dengan Mc D di Indonesia.
Tapi gak worth it lah makan di Mc D, mendingan makan seafood!

Ini Mami Lukas lagi naik parasailing, 1.000 Baht.
Lebih mahal dari di Bali. Tapi ya mumpung dia mau, itu pertama kali dia naik parasut.
Sampai dibawah, bocah yang tadi bantuin masang "jaket terbangnya" minta tips buat si 'monkey' katanya. Mintanya 100 Baht, what...?!! Di kasi deh 40 Baht. Mami Lukas lagi hepi baru landing habis naik parasut. Saya bilang kasih aja 2.000 perak, eh bener, ada lagi yang lain nyamperin minta souvenir duit Indonesia. Di kasih goceng, 5 rb perak. Matanya melotot, dikasih tunjuk ke semua teman-temannya disitu. Sebelumnya dia sudah kasih tahu kalau dia senang mengoleksi uang dari berbagai negara pemberian turis yang naik parasailing, dan dia menunjukkan sebagian koleksinya yang ada di dalam tas kecil. Ada 1 Rupee, 1 US$, 1 SGD, 1 Euro, 1 Pound, 10 Ringgit, dsb. Lha ini dikasi 5.000 sama orang Indonesia yang baek ini pikirnya, hepi bener dia, hehe... Sepertinya cuma emaknya si Lukas aja orang Indonesia yang naik parasailing itu selama ini.
Hidup Rupiah...!!



Kalau naik parasailing, ada 'monkey'nya yang mengarahkan dan menjaga kita selama terbang dan landing kembali. Jadi kita betul-betul cuma menggelantung saja menikmati angin laut dan pemandangan dari atas. Monkey.nya itu sama sekali tidak diikat ke tali parasut lho, tapi dia cuma mengandalkan kekuatan tangannya saja. Ada sekali saya lihat si monkey terlepas sebelum parasutnya naik. Jadi cuma wisatawan itu aja yang tertarik terbang dengan parasutnya. Eh, kemudian disusulin ke tengah laut dengan jetski. Jadi parasut diturunin di tengah laut, lalu monkey.nya yang menyusul dengan jetski tadi naik ke parasut dan terbang lagi ditarik boat sampai landing kembali. Kalau di Bali, kita harus terbang sendiri dan dikomandoi dari bawah sewaktu mau landing; tarik kanan...tarik kiri...



Agogo dancer show gratis dipinggir jalan Bangla road.
Bangla road, setiap malam selalu ditutup untuk memberikan kebebasan kepada wisatawan menikmati suasana kehidupan malam di Phuket.

Mineral water dengan kemasan seperti ini yang termurah disana. Rasanya fine-fine aja, gak berbau atau yang sejenisnya. Di Phi Phi island saja saya lihat harganya ada yang 35 Baht untuk 6 botol seperti ini (950 ml). Kalau merk Nestle 1 botol 600 ml.nya berkisar 7 ~ 10 Baht. Direstoran, yang standar (merk Nestle atau sejenisnya) bisa dimark up jadi 20~30 Baht. So, kalau makan di restoran, bawa aja mineral water yang masih terisi penuh. Biasa kok disana...oya, mineral water bahasa Thai.nya "Namplau", dikasih tau si Lola, cewek Perancis ketemu di view point di Phi Phi island.

Ini makanan Thai, gak tahu apa namanya.
Beli di Carrefour Jungceylon, 45 Baht satu kemasan, ada 10 nangka ketan.


Mall Jungceylon.
Masuk ke dalam mall, petugas security.nya hormat tegap sempurna (seperti di upacara bendera) ke pengunjung yang masuk. Saran saya, beli oleh-oleh sambal Thailand di Carrefour sini. Ada beberapa macam sambal. Kami cuma beli 2 jenis masing-masing 100 gram (yang ada udangnya dan satu lagi yang mirip dengan itu), sampai di Jakarta menyesal bukan main cuma beli 2 karena sambalnya maknyuuus, beary good sekali! Per 100 gram, 27 Baht (sekitar Rp 8rb).

Catatan: huruf yang tercetak biru adalah link, klik disitu untuk informasi lebih lanjut.

Phi Phi Island

Jadwal penjemputan untuk ke Phi Phi island adalah antara pukul 12:15 ~ 12:30. Tapi tepat jam 12 siang penjemputnya sudah menunggu di lobby hotel. Sebelum naik ke mobil, kami dikasih stiker perusahaan travelnya dan diminta untuk ditempelkan di baju. Mungkin itu sebagai penanda sponsor yang memberangkatkannya. Sebetulnya ada 2 kali jadwal transfer ke Phi Phi island; pagi dijemput sekitar jam 7 untuk penyeberangan big boat pukul 9, dan siang seperti kami waktu itu untuk penyeberangan pukul 2 siang. Lama perjalanan big boat dari Rasada pier di Phuket town ke Phi Phi island adalah 2 jam pas.
Siang itu ternyata kami adalah urutan pertama yang dijemput. Kemudian satu persatu calon penumpang yang mau ke Phi Phi didatangi sampai mobil berkapasitas 10 penumpang itu penuh. Lama perjalanan termasuk waktu menunggu penjemputan sampai ke pier sekitar 45 menit. Sekitar pukul 1 siang kami sudah sampai di dermaga. Disana, rombongan lain ternyata sudah banyak yang berdatangan dan sebagian sudah mengantri untuk naik ke kapal. Kami menunggu sebentar untuk didata dan diberi tiket kapal, setelah itu dipersilahkan naik. Nah, begitu naik kapal, kita sudah tidak satu kelompok lagi dengan rombongan di mobil penjemputan tadi, tapi di kapal sudah bebas ambil tempat dimana saja. Waktu kami naik, kapal sudah hampir penuh. Rata-rata turis membawa backpack yang besar-besar dan harus diletakan dikiri dan kanan setelah pintu masuk kapal tempat bagasi. Sebagian juga terpaksa teronggok diluar tanpa atap karena didalam sudah penuh. Tas besar tak boleh dibawa ke seat karena bisa mengganggu kenyamanan penumpang yang lain.
Beruntung masih ada 3 seat kosong di dek paling bawah. Saya perkirakan lebih dari 300 orang yang naik dikapal. Dua dek dilambung kapal penuh semua. Satu dek paling atas yang tanpa atap atau terbuka juga demikian. 2 cewek dari Melbourne yang satu mobil dengan kami tadi (berisik banget di mobil, ngoceh terus gak berhenti-berhenti), coba nongkrong didek paling atas, mungkin kepanasan diatas, akhirnya turun dan duduk dilantai dek-1 gak kebagian tempat. Gelombang laut waktu berangkat lumayan besar. Kapal sedikit oleng kiri-oleng kanan dan air laut saya lihat beberapa kali sudah setengah kaca dek bawah waktu oleng itu. Tapi kapal melaju terus dengan kecepatan penuh. Terasa dari suara mesin yang agak kencang di dek bawah. Dikapal ada juga yang jual fast noddle dan minuman persis seperti penyeberangan ferry Merak – Bakaheuni. Tapi ini bukan sejenis ferry. Ukurannya lebih kecil, lebih ramping, dan lebih cepat lajunya. Mereka bilang ini big boat. Oya, dikapal, juga saya lihat ada obat semacam antimo untuk yang mabuk laut. Penuh sekeranjang kecil, sepertinya ini dikasih gratis buat mereka yang memerlukan.

Sampai di Koh Phi Phi Don pier (dermaga Phi Phi island), antrian keluar agak lama tapi tertib karena harus memilih dan mengambil backpack tadi. Begitu turun, wow, airnya jernih banget..! Ikan-ikan terlihat dengan jelas.
Kami segera menuju pulau karena pasti akan berebut mencari penginapan. Kami go show aja kesini, belum booking penginapan sama sekali. Masuk ke pulau, ada petugas yang menarik retribusi masuk sebesar 20 Baht per orang. Kami ber-4, saya harus bayar berapa? 40 Baht aja, children are free katanya..syukurlah, hehe…
Didekat gerbang pulau, dikiri kanan, ada papan tempelan informasi penginapan beserta rate.nya, tapi kami skip aja karena ramai orang membacanya dan saya sudah dapat referensi dari si Nen, travel tempat saya beli kemarin mengenai penginapan yang murah di Phi Phi island yaitu Tara Inn. Ancer-ancer ke Tara Inn sudah dikasih tahu, kami langsung menuju kesana sambil tanya sana-sini. Agak lumayan masuk kedalam, ketemu juga Tara Inn, tapi sayang sudah full, cuma tersisa satu kamar ukuran kecil saja. Nah lho, sempat panik juga…terpaksa hunting lagi. Dapat beberapa referensi penginapan yang lain dari Tara Inn, tapi semuanya gak memuaskan. Ada yang cuma bisa nerima hari itu aja, besoknya harus keluar, yang lain harganya gak cocok, 900 Baht ke atas semalamnya. Memang, hasil googling saya tahu, penginapan di Phi Phi island lebih mahal dari yang di Phuket karena ini pulau kecil yang eksklusif, jauh dari mana-mana dilingkari lautan lepas. Tapi semangat backpacker gak mudah menyerah donk, kami terus masuk kedalam cari vacant room sementara 2 cecunguk-cecunguk kecil sudah pada merengek, ada yang minta pipis, ada yang minta susu dan makan, wah…
Karena si Lukas sudah kebelet pipis, kami langsung berhenti didepan satu penginapan, pura-pura tanya sambil minta ijin ke toilet. Setelah pipis, coba cek kondisi kamar, eh Maminya Lukas ternyata cocok sama kondisi kamar dan harganya. SACHA'S Guesthouse, tepat diseberangnya tangga masuk restoran yang berbentuk perahu. 600 Baht permalam dengan fasilitas AC, kamar mandi dalam dengan air panas, ruangan tidak terlalu kecil, dapat ekstra bed. Ya sudahlah…
Rata-rata penginapan di Phi Phi island berukuran kecil, lebih banyak rumah-rumah penduduk yang dialih fungsikan jadi penginapan. Ukuran kamarnya juga kecil-kecil. Banyak yang hanya berdinding triplek atau anyaman bambu. Juga kebanyakan pakai sharing bath room dan berpendingin angin sepoi-sepoi alias baling-baling kipas angin. Tentu harganya lebih murah. Yang model begini kebanyakan peminatnya bule lho..! Kenapa? Karena mereka rata-rata tinggal lebih lama, bisa 1 bulanan disana. Belum lagi harus travelling ke tempat lainnya lagi, bisa berbulan-bulan mereka avonturir backpacking, jadi harus pandai berhemat. Karena bawa anak-anak, kami ambil yang sedikit lebih nyaman dan masih sesuai budget kok, so just go on.
Pasokan air dan listrik di Phi Phi island cukup baik, tidak dibatasi, gak seperti di pulau Pramuka di kepulauan seribu yang listrik dan airnya hanya hidup di jam-jam tertentu saja. Disini 24 jam non stop. Airnyapun kencang keluarnya, gak masalah.
Yang perlu diperhatikan; nyamuk disini nyamuk Bangkok! Besar dan menyeramkan…tutul-tutulnya kayak nyamuk aides aigepty. Pls pay more attention bout this! Untungnya kami bawa lotion anti nyamuk untuk baby buat anak-anak (ini atas saran dokter). Saya sering lihat bule-bule disana kulitnya bentol gede-gede, sepertinya bekas gigitan nyamuk monster ini!

Selesai urusan penginapan, berikutnya adalah cari makan dan cari tour ke Maya Bay untuk besok pagi. Kebetulan di jalan tadi, dekat pasar (just very small market), kami lihat ada warung makan dengan display makanannya yang beraneka macam persis seperti display makanan di warung padang. Disebelahnya juga ada ibu-ibu yang jual ayam goreng. Orang-orang selalu ramai antri ayam gorengnya. Baru diangkat dari penggorengan, langsung habis dicomotin pembeli. Yang gak kebagian, terpaksa nunggu digorengkan lagi. Harga sepasang ayam gorengnya; wing atau brutu (bagian pantat) adalah 25 Baht. Cukup murah untuk 2 potong ayam goreng, dan dagangannya memang sangat laris. Kami sering beli disitu sekedar untuk cemilan ataupun lauk untuk makan. Dia juga jual ketan, bukan nasi. 1 bungkus plastik ketan, kira-kira 1 centong nasi 10 Baht. Enak juga cemilan ketan ini kalau dipadu dengan ayam goreng. Remahan bumbunya juga dimasukin ke bungkusan, jadi tinggal ditaburin di ketannya, maknyuus juga.
Oya, kami makan di warung yang didepannya ada penjual ayam goreng itu, dicharge 160 Baht, dengan menu gulai daging sapi ditaruh di satu mangkok (penduduk Phi Phi island umumnya adalah moslem), 2 macam sayur, telur dadar, nasi 4 porsi, dan lalapan kacang panjang-mentimun-dsb dengan sambal pedasnya (ini tanpa diminta sudah disodori ke kami, sepertinya sudah standar di sana, di Phuket juga saya lihat begitu). Mami Lukas bilang ke warungnya kok mahal?! Padahal sih, ini untuk makan ber-4 dengan porsi yang cukup (gulai dagingnya juga lumayan banyak) dipulau terpencil makan ber-4 seharga kira-kira Rp 50 rb, yah gak mahal lah…minumnya juga habis 1 teko besar, hehe…

Selesai makan, langsung cari tour. Beberapa travel yang ditanya didekat pasar pasang harga 500 Baht untuk half day tour dengan long tail boat (perahu kayu kecil/perahu nelayan dengan baling-baling perahunya yang menjorok jauh ke luar), 1400 Baht untuk kami ber-4. Wah, mahal, cari lagi ah…kami jalan lagi terus kedalam ke arah penginapan. Disana banyak kok travel agent model begitu, compare aja cari yang termurah. Kami akhirnya dapat 650 Baht untuk ber-4, sudah ditawar habis tanpa malu-malu! Half day tour dengan long tail boat (penumpang maksimum 15 orang) ke Maya Bay; tempat shootingnya film “The Beach”, Leonardo Di Caprio, juga mengitari pulau eksotik itu, ke Long Sai Bay yang berada disisi sebelahnya Maya Bay, Phi Phi Lei; snorkeling disini (mask dan fin disediakan di perahu. Untuk fin, sebelum naik pilih dulu sesuai ukuran kaki kita, baru dibawa naik keperahu). Kemudian ke Viking cave, cuma melihat dari jauh saja, dan ke Monkey island sebelum kembali pulang. Kira-kira 4~5 jam waktu yang dihabiskan untuk half day tour itu.
Selesai bayar tour, kami langsung pakai internet di tempat itu juga, karena disitu ada sewa internetnya. 1 Baht per menit. Rata-rata disana ratenya seperti itu, di Phuket juga demikian, sama saja.

Malam itu adalah saturday nite di Phi Phi island. Petang hari, matahari sudah meredup, detak kehidupan malampun dimulai. Banyak sekali flyer atau brosur-brosur yang diedarkan untuk “Party On The Beach” dari deretan café-café dan pub di pinggir pantai. Hebatnya lagi, yang nyebarin flyernya adalah cewek-cewek bule. Mereka menyebar di berbagai sudut keramaian pulau yang kecil itu. Entah mereka adalah pegawai café, atau volunteer yang mungkin dikasih bir/vodca gratis nanti malamnya, don’t know lah. Yang jelas mereka banyak sekali dan kebanyakan cewek ABG bule. Memang sebagian pemilik bisnis penginapan atau penyelenggara tour atau juga restoran/café disana sepertinya dimiliki oleh orang asing bule-bule itu. Mereka saya lihat duduk dikursi bos, memperhatikan anak buahnya melayani customer. Di Phuket juga sering saya lihat hal yang sama.
Ada berapa banyak café yang mengadakan party malam minggu itu? Hmm, Phi Phi island sendiri mungkin cuma bagian yang landainya saja yang berpenghuni (sebagian kecil), bagian lainnya lebih banyak berbentuk bukit bertebing curam. Dibagian yang landai itu ada 2 sisi pantai. Ton Sai Bay yang ada piernya, dan di.opposite.nya adalah Loh DaLum Bay. Antara sisi Ton Sai Bay dan sisi Loh DaLum Bay paling cuma berjarak 250~300 meter. Di kedua sisi pantai itulah deretan café-café yang bikin party on the beach. Satu sisi pantai mungkin terdapat puluhan café. Kalau 2 sisi pantai, jadi ada berapa? Semuanya berebut perhatian penghuni Phi Phi island malam itu untuk datang ke party.nya masing-masing. Belum lagi ada juga café-café atau pub di “tengah” yang buat party juga. Ada yang menyelenggarakan Thai Boxing di-ring tinju beneran. Petinjunya, ada yang petinju amatir Thai Boxing, tapi ada juga yang volunteer dari para turis yang setengah teler. Saya lihat juga banyak yang menjual minuman beralkohol satu set 3 botol; 1 botol vodca, 1 botol sejenis minuman keras khas Thailand, dan 1 can coca-cola didalam ember plastik kecil. Awalnya saya gak ngerti kenapa di taruh diember plastik kecil? Ternyata 3 jenis minuman itu dioplos dan dimasukan ke ember, kemudian ditenteng kemana-mana sambil disedot-sedot dengan sedotan. O, gitu...banyak ABG cewek bule saya lihat yang nenteng-nenteng ember begitu. Musik keras berdentuman di café-café atau pub. Lampu-lampu disco berputar dan bermain-main menghiasi langit dan pasir pantai. Jeb ajeb-ajeb…!!
Untungnya penginapan kami agak masuk ke dalam, jadi berada di tempat yang cukup quiet. Kami capek keliling-keliling, belum jam 12 malam sudah molor untuk persiapan besok pagi mengeksplor Maya Bay. Sebelum tidur, sempat duduk-duduk sebentar meluruskan kaki diteras penginapan memperhatikan orang yang berlalu-lalang dijalan menuju ke party, sebaliknya juga dari arah yang berlawanan ada beberapa yang terhuyung-huyung melangkah satu-satu kembali menuju ke peraduannya masing-masing. Lucu juga...

Suasana dek paling bawah.


Maya Bay ada didalam pulau yang berbentuk seperti inilah kira-kira...


Honey moon trip.

Suasana dek atas.

Sacha's guesthouse, 600 Baht, AC, private bath room, hot water.

Ngedrop es batu ke restoran-restoran.

Salah satu contoh penginapan sederhana yang diceritakan diatas.

Penjual ayam goreng.

Sekitar pasar...

Cowok bule itu nelepon lama banget. Kami lewati dia, belanja ayam goreng dan perbekalan untuk tour, kembali lagi dia masih aja nelepon ke orang yang sama kayaknya.
Hati-hati kalau nelepon pakai kartu Indonesia selama di Thailand. Ada kawan cuma 3 hari ke Thailand pakai kartu pasca bayar, keenakan nelepon ke Indonesia, tagihannya Rp 30 juta lebih!! Beneran ini...!

Contoh harga makanan dan minuman di Phi Phi island.

Pagi-pagi pukul 8:30 harus datang ke tempat kami beli tour untuk dijemput dan diantar ke long tail boat. Jadi, kira-kira jam 7 pagi kami sudah beredar lagi menyusuri jalan-jalan Phi Phi island. Sisa-sisa party tadi malam masih terasa di sekitar café-café atau pub. Botol bir tergeletak dimana-mana. Orang lokal situ terlihat menyapu jalan dan membersihkan area sekitarnya. Kami celingak-celinguk dipantai sejenak. Ada cowok bule yang datang ke saya dengan sempoyongan. Straight langsung ke arah saya! Segera saya tutup lensa kamera dan memasukan ke tas sambil mengingat-ingat jurus ular matok kodok yang pernah diajarkan ke saya. Itu bule satu tangannya masih memegang botol minuman. Satu tangannya lagi diangkat dan diarahkan ke saya, tangan yang memegang botol menunjuk pergelangan tangannya sendiri sambil ngomong “what time?” Halah, kirain mau apa. Nafasnya tercium sangat kuat bau minuman. Entah sudah berapa botol vodca dia habiskan malam sampai pagi itu…Ten 2 eight! Saya setengah berteriak. Hhaaa…?? Katanya lagi. Aje gile orang tenggeng (mabok)! Sekali teriak lagi, baru deh dia ngangguk sambil ngikutin ucapan saya ‘ten to eight..’, okay thank you. Ternyata bule itu ada 2 kawannya lagi di satu meja di café pinggir pantai. Yang cowok terlihat sama telernya dengan dia. Yang cewek setengah teler. Setelah nanya jam ke saya, si cewek diminta untuk nganterin dia balik ke kamarnya. Gak berapa lama, si cewek sudah datang lagi dan langsung memapah cowok yang satunya balik juga ke kamarnya. Hari sudah siang, hehe…

Dari pantai Loh DaLum Bay, kami ke warung nasi kemarin beli ayam goreng dan ketan buat sarapan pagi. Dimakan sambil menunggu jemputan ke long tail boat. Lewat sedikit pukul 8:30 yang jemput datang. Naik sepeda, trus minta kita ngikutin dia dibelakang sepedanya. Lha, kita kan bawa anak-anak, masa disuruh lari-lari dibelakang sepedanya? Dia sendiri nyantai aja dayung sepeda dengan normal. Ya udah, ketinggalan lah kita. Sampai di pier, kami bingung dari mana nih naiknya? Tunggu punya tunggu tuh bapak tadi kok gak kelihatan dan gak nongol-nongol? Akhirnya Mami Lukas saya suruh balik ke tempat travel tadi, sementara saya nunggu barang dan moto-moto suasana dermaga pagi itu, hehe…
Agak berapa lama, bapak itu nongol dan langsung mengajak kami ber-3 ke deretan long tail boat disisi kiri dermaga. O, disitu toh mangkalnya, kirain di dermaga ini..? Ada dua perahu yang sudah bersiap-siap untuk berangkat. Semuanya sudah ngumpul kecuali emaknya anak-anak. Akhirnya saya diminta untuk nyusulin emaknya anak-anak dengan dipinjami sepeda. So, jadinya agak terburu-buru naik ke perahu, untung sempat nyomot fin yang sesuai ukuran kaki. Kami naik paling akhir diperahu yang lebih sedikit penumpangnya. Untung pasangan bule dan Taiwan diperahu itu baik dan memberikan bench mereka yang ditengah perahu ke kami. Sebelum berangkat, masing-masing dibagikan sandwich untuk sarapan pagi. Namplau, atau mineral water juga sebenarnya disediakan, tapi kami keburu bawa dalam jumlah yang cukup. Jadinya, kamilah yang paling banyak gembolannya. Tas kamera, tas handycam, tas pakaian ganti, kantong kresek ayam goreng tadi, kantong kresek minuman dan cemilan, wah heboh! Pokoknya itu semua gak penting sepertinya, kecuali kamera dan handycam buat dokumentasi. Kalau perlu berangkat dari penginapan sudah pakai kolor renang, dan gak usah ganti-ganti segala sampai baliknya lagi ke penginapan. Lebih ringkas lebih baik. Karena tournya sangat ketat waktunya dan berpindah-pindah. So kalau bawa banyak barang jadi ribet dan sepertinya gak ada kesempatan menikmati makanan atau minuman yang kita bawa, juga untuk ganti-ganti baju. Waktunya singkat, jadi kita akan terlena dengan situasi sekeliling, lupa dengan perbekalan yang kita bawa.

Sekitar 25~30 menit perahu sudah sampai di Maya Bay. Pukul 9:45 pagi, masih belum terlalu ramai pengunjungnya. Kami diberi kesempatan 1 jam bebas disana. Menjelang siang, pengunjung yang berdatangan jadi semakin banyak. Seperti pasar senggol aja jadinya. Saya sempat masuk ke dalam pulau sampai kesisi disebelahnya, Long Sai Bay. Di tengah pulau ternyata ada juga semacam kantor atau rumah penjaga pulau. Ada juga beberapa tenda yang berdiri dekat rumah itu. Gak tahu apakah tenda-tenda itu disewakan untuk menginap atau gimana..? Kalau agak sepi, memang bisa dibayangkan betapa eksotiknya tempat ini. Tapi di pantai Maya Bay ini saya nemu beling pecahan botol minuman di tiga tempat yang berbeda! Wah gimana tuh..?!! Dipinggir dekat tebing-tebingnya juga kondisi pantai agak jorok. Banyak barang bekas bawaan orang yang berserakan di pasir. Sayang sekali…
Oya, nakhoda perahu kami juga ternyata reseh orangnya. Baru kali itu saya nemu orang yang berhubungan dengan bisnis jasa yang gak CS oriented selama disana. Waktu saya kembali ke perahu, minta tolong ke bapak tua hitam-kurus-ompong-hidup lagi, sang nakhoda perahu itu untuk mengambilkan tas kami, eh dia gak mau. Saya malah diminta naik aja ambil sendiri, sementara dia bergumam nyeloteh pakai bahasa lokal ke temannya diperahu lain sambil tertawa. Kuya! Padahal diperahu itu cuma ada dia sendiri, sementara air laut lebih sedengkul jadi sedikit susah untuk naik ke atas. Memang dari berangkat dia kelihatan reseh. Teriak-teriak ke penumpang perahu. Ada cewek bule yang sudah cukup berumur yang dia teriakin tadi waktu dilaut karena duduk agak ketengah. Dia minta bagi rata di pinggir supaya perahu tetap seimbang. Tapi caranya itu yang kelihatan gak menghargai orang-orang yang telah memberikan pemasukan ke dia supaya dapurnya tetap mengepul terus. Orangnya juga grasak-grusuk gak karuan seperti over acting, lagaknya kayak dia yang paling jago di perahu itu..emang bener sih, hehe. Dari wajah bule-bule di perahu, saya bisa lihat rasa kurang senang mereka, seakan mengganggu kedamaian dan kenikmatan perjalanan hari itu. Tapi saya, gak mau ambil hati. Gak mau dia merusak mood saya. Yang penting dia bertugas membawa kami semua kembali lagi dengan selamat ke Koh Phi Phi Don. Bentuk sang nakhoda itu mirip sekali seperti Popeye si pelaut.
Dari Maya Bay, perahu berputar ke Long Sai Bay, sebentar menikmati suasana disitu, kemudian dilanjutkan ke Phi Phi Lei untuk snorkeling. Saya baru pertama kali snorkeling. Si Popeye itu mau juga ngajarin saya cara pakai snorkelnya. Mau nyemplung, ragu-ragu, begitu juga cewek Taiwan disebelah saya. Kami sudah dipinggir perahu tapi gak nyemplung-nyemplung. U 1st, saya bilang. No, elo aja yang duluan deh, katanya…halah! Trus saya pakai pelampung dan mengambang aja dengan wajah menghadap kebawah menikmati pemandangan dasar laut. Ada terumbu karangnya yang menari-nari lembut. Ikan-ikan juga banyak sekali dan terasa dekat disekeliling, mau diraih, eh kabur. Airnya jernih sekali, pengalaman yang sangat mengesankan. Setengah jam snorkeling disitu, puas juga rasanya. Setelah itu perahu memutar lagi memasuki bay yang agak tenang airnya. Sekelilingnya cuma tebing terjal yang curam. Bule dari California yang berumur tadi dan cucunya cewek berenang lagi disitu, tapi gak lama naik lagi karena cucunya terkena jelly fish (ubur-ubur) yang katanya langsung terasa gatal dan perih. Dia meludah-ludahi kulitnya yang terkena jelly fish tadi. Konon katanya kalau terkena jelly fish, obat penawarnya tidak lain adalah air seni (air kencing) kita sendiri. Betul gak sih?!
Ada beberapa perahu lain disekitar situ, ada juga yang baru datang. Nenek dan cucunya teriak-teriak memperingati ke turis dari perahu lain yang nyemplung berenang di bay. Nenek itu memang yang paling perhatian di perahu. Waktu awal berangkat tadi, cuma dia yang meyodorkan tangannya menolong kami yang terlambat naik keperahu. Di bay yang tenang itu saya sih cuma hunting foto sambil menunggu pineapple/nanas yang lagi dikupas dan dipotongin oleh si Popeye the sailorman...

Long tail boat.


Di Maya Bay.

Kotor kan...?!

Ramai kan...?!

Speed boat yang dari Rasada pier di Phuket town langsung ke Maya Bay.

Lukas n' emaknya di Maya Bay tempat shooting the beach.nya Leonardo Di Caprio.

Maya Bay.



Phi Phi Lei.


Snorkeling.


Viking Cave, gak tahu apa, karena gak landing kesitu.

Monkey island.

Hati-hati sama monkey disini. Kemarin itu saya lihat sendiri ada cewek bule yang terlalu mendekat ke sarangnya, lalu diserang segerombolan monyet, 6 atau 7 ekor. Dicakar, digigit, dari kiri, dari kanan, dari depan, dari belakang. Orang-orang cuma bisa melihat aja tanpa ada yang menolong. Beruntung cewek itu gak berlama-lama berdiri meladeni para monkeys, dia mundur teratur, akhirnya ditinggalkan dengan sendirinya oleh para monyet sialan itu. Saya bilang, kamu luka dimana-mana. Hati-hati kena rabies! Eh, cowoknya sigap dengan mencari obat rabies ke para awak perahu atau speed boat yang merapat disitu.

Setelah kembali ke Phi Phi island, kami segera balik ke kamar dan mandi-mandi. Setelah itu nunggu Mami Lukas yang beliin makanan ke warung makan yang ada ayam gorengnya. Nunggu lama gak nongol-nongol, eh gak tahunya browsing di warnet dulu dia, sial, padahal udah lapar juga nih...
Habis makan, saya ajak si Lukas aja keliling lagi. Yang lainnya pada emoh. Itupun si Lukas saya paksa ikut, kalau enggak nanti ditinggalin di pulau itu, tahun depannya baru dijemput, hehe...
Kami menuju viewpoint supaya bisa lihat pemandangan secara wide situasi dipulau.
Dari penginapan sih gak jauh sudah ketemu tangga menuju keatas viewpoint. Yuk Kas kita naik...dengan semangatnya. Lho, itu tangga kok sepertinya gak habis-habis sih? Kapan nyampainya nih? Setiap ketemu orang selalu kita tanyain, masih jauh gak? Ah, enggak kok sudah dekat, tuh kelihatan...katanya sambil cengar-cengir. Ah, kampret! Tapi sudah kepalang tanggung, sekalian olah raga lah. Setelah bersusah payah dan berkeringat, juga beberapa kali beristirahat, akhirnya sampai juga di viewpoint-1. Didekat situ ada juga panah menuju viewpoint-2. Duh, apa lagi nih, berapa jauh lagi? Di viewpoint-1 pemandangannya sudah spektakuler sih kalau menurut saya. Tapi rasa ingin tahu seperti apa yang di viewpoint-2 jadi membuat kita ingin kesana. Tunggu dulu sampai ada orang yang turun, trus nanya; viewpoint-2 masih jauh gak? Just a view minutes walking, katanya. Which one is the best? Viewpoint-2 yang lebih spektakuler katanya, lebih wide! Wah, kita kemon deh Kas kesana...
Yah, gak seperti tangga yang tadi, yang ini lebih landai. Tapi tetap aja terasa jauh bikin ngos-ngosan dan beberapa kali juga istirahat. Akhirnya sampai juga disana. Disitu ada lagi tanda panah menuju viewpoint-3. What..?!! Ah, masa bodo amatlah...
Pemandangan di viewpoint-2 memang luar biasa. Keren! Cantik! Muantaap!
Saya ngobrol sama si Lola disitu, cewek Perancis yang lagi travelling sama cowoknya. Tapi diviewpoint-2 itu cuma ada dia sendiri. Dia cerita kalau sebelumnya dia dari Bali selama sebulan, dan sekarang sudah 1,5 bulan di Thailand dari rencananya 2 bulan. Dia tanya saya sudah berapa lama di Thailand? Baru 4 hari, kami cuma 6 hari disini. Kok sebentar amat? Habis cutinya gak ada lagi. Emang dapat cuti berapa lama dalam setahun? 2 minggu. Hah..?! Kami di Perancis dapat 5 minggu setahun..! Saya tanya kenapa dia bisa berlibur begitu lama sampai 3 bulan? Katanya dia cuma kerja di butik kecil penjahit pakaian (tailor), jadi fleksibel aja...
Waktu di Bali katanya dia beli Vespa kuno tahun 70-an. Dipakai selama disana, kemudian di kapalkan ke Perancis. Katanya di kampungnya harganya selangit. Nanti dia bakalan dapat untung besar kalau Vespanya terjual di Perancis, dan selama di Bali kan dia sudah pakai tuh Vespa keliling-keliling sama cowoknya. Dia beli Vespa itu seharga Rp 16 juta! Saya bilang, scooter baru buatan Jepang paling harganya 12 jutaan? Iya, saya tahu...katanya. Tapi Vespa antik disana bisa seharga Rp 80 jutaan! Wuih, pinter banget dia...
Di viewpoint-2, bekal air kami habis. Saya minta Lukas membelikan di warung yang ada disitu. Tapi si Lukas shy gak karuan. Saya paksa gak mau juga, akhirnya si Lola yang ngajak Lukas, eh langsung mau tuh anak digandeng sama bule...Disitu saya baru tahu dari si Lola bahasa Thai.nya air minum botol itu 'namplau'.

Tangga menuju view point di Phi Phi island.



View point 2 di Phi Phi island.

Ini kostum resmi seperti yang dipakai sepasang bule ini kalau berada di Phi Phi island.
Dimana-mana, dipantai, dijalan, direstoran, dipasar, diwarnet, di seven-eleven, digunung seperti foto ini, umumnya pakai kostum seperti itu. Lukas aja sampai tanya, kok mami gak pakai pakaian kayak orang-orang itu?




Long tail boats.

Di pier airnya jernih.





Beberapa snapshoot dari sekitar pier.

Malamnya kami beli durian ditoko sebelahnya penjual ayam goreng. 100 Baht per buah ukuran sedang, sudah ditawar dari 120 Baht sebelumnya. Malam itu, selain anak-anak, kami berdua cuma makan durian itu saja sampai perut terasa kembung! Hehe...

Besok paginya bangun cepat-cepat, cuaca cerah sekali, bagus untuk foto-foto sebelum kembali nyeberang lautan ke Phuket. Saya hunting foto disekitar pier, banyak obyek yang bagus disana. Oya, sebelumnya kami beli ayam goreng lagi beserta ketannya untuk sarapan di kapal nanti. Tepat pukul 9 pagi, big boat sudah berlayar ke Rasada pier di Phuket. Sekitar pukul 11 sudah sampai. Kapal tidak terlalu penuh, masih ada bangku yang kosong tidak terisi. Waktu berangkat ke Phi Phi kemarin mungkin mereka mengejar saturday nite disana, makanya kapal penuh. Turun di Rasada pier, saya tanya ke petugas disana mana yang jemputan saya? Caranya cuma tunjukan aja stiker yang ditempel di baju yang juga diberikan di Phi Phi pier tadi. Kami ditunjukkan ke kelompok kami dari travel agent yang sama. Diabsen, kemudian diatur kelompok-kelompok mobilnya. Naik, dan meluncur deh ke Patong beach, Soi Dr. Wattana, cari penginapan disitu sebelum besok paginya back home ke Jakarta.

Catatan: huruf yang tercetak biru adalah link, klik disitu untuk informasi lebih lanjut.

Summary:
  • Tiket Air Asia 4 seat termasuk bagasi 15 kg, Jakarta-Phuket-Jakarta Rp 920 rb (beli saat promo, 9 bulan sebelum berangkat).
  • Exchange rate 1 Baht = Rp 287,- (rate waktu saya beli di Indovalas money changer di Kelapa Gading, 1 minggu sebelum berangkat: 12 Agustus 2010).
  • Kami bawa 17.000 Baht (± Rp 4,9 jt) dan beberapa US$ untuk berjaga-jaga. Pulangnya masih tersisa beberapa ribu Baht (untuk 6 hari 5 malam).
  • Harga penginapan/guesthouse standar, AC, private bathroom, King size bed, tanpa swimming pool di Phuket untuk low season (May~October) ± 500 Baht. Di Phi Phi island ± 600 Baht. Hotel atau guesthouse di Phuket umumnya sudah ada fasilitas wifi internet hotspot. Sedangkan di Phi Phi island hanya sebagian kecil saja.
  • Taksi/minibus dari airport ke Patong beach 150 Baht per orang. Ke Karon/Kata 180 Baht perorang. Pulangnya dari Patong ke airport dengan taksi private 600~700 Baht.
  • One day tour dari Phuket ke Maya Bay dengan speed boat 1.100 Baht per orang, sudah termasuk peralatan snorkeling dan makan siang. Kalau dengan big boat 700 Baht perorang (tidak landing di Maya Bay, cuma melihat dari jauh). Berangkat pagi pukul 7:00~7:30 pulang kembali di hotel sekitar pukul 6 sore.
  • Half day tour ke Maya Bay dengan long tail boat dari Phi Phi island 300 Baht per orang (termasuk peralatan snorkeling).
  • Transfer saja dari Patong – Phi Phi island – Patong 600 Baht (bisa pulang besok atau lusanya).
  • Naik tuk tuk sekitar Patong 100 Baht. Kalau dari pantai ke pantai, mis Patong ke Karon ± 200~300 Baht.
  • Harga makanan untuk makan siang atau dinner 40~150 Baht. Contoh; Tom Yam atau fried rice 60 Baht.
  • Harga minuman; mineral water 5~10 Baht, direstoran jadi 20~30 Baht. Beer merk Chang/Leo ± 35 Baht (di Carrefour 27 Baht), merk Singha/Heineken ± 50 Baht.
  • Cemilan yang dijual dipantai; buah-buahan nanas/water melon 20 Baht, pancake 30~50 Baht.
  • Parasailing 1.000 Baht.
  • Harga souvenir; Singlet/T-shirt 100~120 Baht (dewasa), anak-anak 70~100 Baht, gantungan kunci ± 100 Baht 5 pcs.
  • Ke toilet umum 5 Baht (di Bangla road 10 Baht).
  • Internet rental 1 Baht per menit.
  • Telepon, lebih baik pakai nomor lokal sana. Minta kartu perdananya gratis di airport waktu kita datang, ada disebelah kiri sebelum ambil bagasi. Bisa di top up di seven-eleven, harga paling murah 300 Baht (± Rp 87 rb), lebih hemat kalau dibanding kita pakai nomor dari Indonesia (luar biasa boros!).
  • Jangan bawa pakaian banyak-banyak kalau lama disana. Banyak laundry kiloan dengan harga 40~50 Baht per kilonya. Gak usah bawa-bawa celana jeans, berat! Pakai celana pendek aja sama kaos/singlet.
  • Bawa sun protection lotion, merk banana boat Rp 120 rb di Carrefour di Indonesia. Kalau bisa bawa lotion anti nyamuk juga. Nyamuk disini gede-gede kayak monster!
  • Bawa sun glasses.
  • Saran saya, gak usah pakai/bawa sepatu dari rumah. Pakai sendal jepit aja dari mulai berangkat, dipakai-pakai selama disana sampai pulangnya ke rumah. Lebih ringkas! Ini wisata pantai bro/sist…
  • Jangan hilangkan kartu imigrasi yang sudah kita isi waktu kedatangan dibandara sana (kartu dibagikan di pesawat), urusannya bisa berabe. Kami sempat panik waktu mau pulang kemarin karena saat boarding dan juga imigrasi sana menanyakannya. Untung cuma nyelip aja.
  • Harga-harga hotel atau trip yang disebutkan diatas pada high season (November ~ April) bisa jadi naik 2x lipat dari periode low season.